BANDARLAMPUNG-Tempe merupakan salah satu makanan khas Indonesia. Saat ini Tempe yang merupakan makanan sederhana tersebut, bahan baku mulai merangkak naik, kacang kedelai yang menjadi primadona pembuatan tempe semakin makin melambung tinggi harganya.
Menurut Agus, salah seorang pelanggan tempe yang biasa di antar langsung oleh pengrajinnya mengatakan, pihaknya terpaksa menaikan harga yang awalnya Rp9 ribu naik jadi 1000 rupiah.
“Ya, mau gimana lagi, tempe ini kan makanan favorit masyarakat, pernah berapa hari kita gak dapat kiriman tempe, banyak pelanggan yang menanyakan, kita jelasin dari sananya tempe memang tidak di kirim awalnya saya juga kurang tau kalau bahan baku pembuatan tempe (kedelai naik),” ujarnya, Rabu (23/2/2022).
Sementara, Pandi (40) salah seorang pengrajin tempe di Kampung Sawah yang mempunyai langganan untuk di rumahan ada sekitar 10 pelanggan dan untuk di pasar tradisional seperti pasar tempel Wayhalim dan lainnya.
“Sebelum harga kedelai naik kita tidak merubah ukuran, sekarang ini kita sesuaikan dengan harga kedelai saat ini, yang mencapai 11.500 perkilogram, dulu cuman sekitar Rp7.000 per kilogram Kedelai untuk pembuatan tempe,” kata dia.
Dikatakan dia, Pandi mengungkapkan sekali produksi saya bisa menggunakan 74 kilogram kedelai dengan pendapatan sekitar Rp 300 ribu-an untuk langganan yang hanya untuk di warung rumahan semalaman. “Saya ngantarnya malam untuk warung rumahan ,kalau di pasar bisa dapat lebih, tapi tidak terlalu banyak karena itu tadi makin kesini makin kita kurangi ukurannya,” paparnya.
Sebelumnya, Harga tahu dan tempe diprediksi naik dalam beberapa bulan ke depan. Kenaikan harga tahu dan tempe ini merupakan imbas penurunan jumlah produksi kedelai di negara penghasil komoditas tersebut. Indonesia masih mengimpor kedelai dari luar untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
“Kemendag bersama seluruh pelaku usaha kedelai nasional akan terus berupaya menyediakan stok kedelai cukup untuk memenuhi kebutuhan industri perajin tahu dan tempe menjelang puasa dan Lebaran 2022,” kata Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan.
Menanggapi kondisi itu, Kepala Dinas Pangan Bandarlampung, I Kadek Sumarta , menjelaskan distribusi kedelai di kota berjuluk Tapis Berseri, sejauh ini, tidak terlalu bergejolak.
Hal ini disebabkan kedelai hanya dikonsumsi kalangan terbatas, tidak seperti minyak goreng yang dikonsumsi semua lapisan masyarakat dari pengusaha hingga ibu rumah tangga. (*/ron)